PREVALENSI MALOKLUSI YANG DITEMUKAN PADA PEMERIKSAAN RADIOGRAFI . - Unhas

Transcription

PREVALENSI MALOKLUSI YANG DITEMUKAN PADAPEMERIKSAAN RADIOGRAFI SEFALOMETRIDI RSGM UNHASSKRIPSIDiajukan Sebagai Salah Satu Syarat UntukMencapai Gelar Sarjana Kedokteran GigiOleh :ENY YOLANDAJ111 14 326BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2017i

PREVALENSI MALOKLUSI YANG DITEMUKAN PADAPEMERIKSAAN RADIOGRAFI SEFALOMETRIDI RSGM UNHASSKRIPSIDiajukan Sebagai Salah Satu Syarat UntukMencapai Gelar Sarjana Kedokteran GigiOleh:ENY YOLANDAJ111 14 326UNIVERSITAS HASANUDDINFAKULTAS KEDOKTERAN GIGIBAGIAN RADIOLOGIMAKASSAR2017ii

iii

iv

Prevalensi Maloklusi yang Ditemukan padaPemeriksaan Radiografi Sefalometridi RSGM UnhasEny YolandaMahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi UNHASABSTRAKLatar Belakang: Maloklusi merupakan suatu keaadan abnormal dentofasial yangmengganggu fungsi pengunyahan, penelanan, berbicara serta keserasian wajah. DiIndonesia, prevalensi maloklusi mencapai 80% serta menjadi masalah kesehatangigi dan mulut ketiga setelah karies dan penyakit periodontal. Radiografisefalometri merupakan metode standar untuk mendapatkan gambaran radiografitulang tengkorak yang bermanfaat untuk membuat rencana perawatan danmemeriksa perkembangan dari pasien yang sedang menjalani perawatanortodonti. Sefalometri didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari pengukuranyang bersifat kuantitatif terhadap bagian tertentu dari kepala untuk mendapatinformasi tentang pola kraniofasial. Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian iniadalah untuk mengetahui prevalensi maloklusi yang ditemukan pada pemeriksaanradiografi sefalometri di RSGM Unhas. Metode Penelitian: Penelitian ini bersifatobservasional deskriptif dengan rancangan penelitian purposive sampling.Populasi penelitian adalah semua data foto radiografi sefalometri di RSGM Unhaspada Mei 2016-Mei 2017. Data yang didapatkan kemudian diolah dalam bentuktabel dan diagram. Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwaprevalensi maloklusi berdasarkan klasifikasi maloklusi skeletal yaitu pada skeletalkelas I dengan presentasi 28,6%, skeletal kelas II dengan presentasi 34,3% danskeletal kelas III dengan presentasi 37,1%. Prevalensi maloklusi berdasarkan jeniskelamin yaitu pada laki-laki dengan presentasi 42,9% dan perempuan denganpresentasi 57,1%. Pada laki-laki mayoritas mengalami maloklusi skeletal kelas IIIdengan presentasi 40% sedangkan pada perempuan mayoritas mengalamimaloklusi kelas II dengan presentasi 40%. Sedangkan berdasarkan kelompok usiayaitu pada anak-anak dengan presentasi 2,9%, remaja dengan presentasi 71,4%,dewasa dengan presentasi 17,1% dan lansia dengan presentasi 8,6%.Kata kunci: radiografi, analisis sefalometri, maloklusiv

Prevalence of Malocclusion Using Cephalometric Radiographyin RSGM UnhasEny YolandaStudent of Faculty of Dentistry, Hasanuddin UniversityABSTRACTBackground: Malocclusion is a dentofacial abnormal state that interferes with thefunction of mastication, ingestion, speech and harmony of the face. In Indonesia,the prevalence of malocclusion reaches 80% and becomes a third dental and oralhealth problem after caries and periodontal disease. Cephalometric radiography isa standard method for obtaining skull bone radiographs useful for making careplans and examining the progress of patients undergoing orthodontic treatment.Cephalometry is defined as the study of quantitative measurements of a particularpart of the head for information about craniofacial patterns. Research Objective:The purpose of this study was to determine the prevalence of malocclusion usingcephalometric radiography in RSGM Unhas. Research Method: This research isdescriptive observational with purposive sampling research design. The studypopulation is all cephalometry radiographic data of patients who viewed frommedical record data from may 2016-may2016. The data obtained then processedin the form of tables and diagrams. Results: The results showed that theprevalence of malocclusion based on skeletal classification of malocclusion wason skeletal class I with percentage 28,6%, skeletal class II with percentage 34,3%and skeletal class III with percentage 37,1%. Prevalence of malocclusion bygender is in males with percentage 42,9% and females with percentage 57,1%. Inmajority males experienced skeletal malocclusion class III with percentage 40%while in majority females experienced class II malocclusion with percentage 40%.While based on age group that is on children with percentage of 2,9%, adolescentswith percentage 71,4%, adults with percentage of 17,1% and elderly withpercentage of 8,6%.Keywords: radiography, cephalometric analysis, malocclusionvi

KATA PENGANTARSegala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esasehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Prevalensi Maloklusiyang Ditemukan pada Pemeriksaan Radiografi Sefalometri di RSGMUnhas” ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu sekaligus menjadi syarat untukmenyelesaikan pendidikan strata satu di Fakultas Kedokteran Gigi UniversitasHasanuddin.Dalam skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, bantuan,semangat, doa, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, padakesempatan ini, penulis ingin menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnyakepada :1. DR. drg. Baharuddin Thalib, M. Kes., Sp.Pros sebagai Dekan FakultasKedokteran Gigi Universitas Hasanuddin beserta seluruh staf atas bantuannyaselama penulis mengikuti pendidikan.2. Prof. DR. drg. Barunawaty Yunus, M.Kes. Sp.RKG (K) selaku mpingi,membimbing, mengarahkan, dan memberi nasehat kepada penulis dalammenyusun skripsi ini.3. (Alm) drg. Nasman Nur Alim, Ph.D selaku penasehat akademik atasbimbingan, perhatian, nasehat, dan dukungan bagi penulis selama perkuliahan.4. Untuk kedua orang tua yang tercinta, Ibu Mawarni, Amk., dan Ayah (Alm)Nurhidayat, SE., M.Si., serta saudara-saudari penulis Gita, Ica, Ogi sertakeluarga tersayang dan tercinta dari penulis yang telah memberikan banyakdoa, dukungan, perhatian, dan pengertian selama pembuatan skripsi ini.5. Untuk teman-temanku Feby, Levina, Iqra, Uyun, Jeje yang selama inisenantiasa selalu memberikan dukungan dan semangatnya serta turutmembantu dalam penelitian. Untuk teman-teman Kelompok Tutorial 5 yangjuga turut membantu dalam penelitian. Semoga kita sukses selalu.6. Untuk sahabat-sahabatku, Nina, Alpi, Maya, Gure, Isti, Rina, Mika,Mardha, Intan, Keke, Iteng yang senantiasa memberikan dukungan dalampenyelesaian penelitian ini.vii

7. Untuk teman-teman posko KKN Profesi desa tugondeng, Poppy, Wiwi, Jeni,Titah, Irma, Fitrah, Zii, Amir, Vian yang senantiasa member dukungandalam penyelesaian penelitian ini.8. Untuk teman-teman seperjuangan skripsi di bagian Radiologi, Selistiani,Nuraini, Muh. Rifaldi H, Audwin Rheza, Sri Naca yang senantiasa pulamemberi dukungan kepada penulis.9. Untuk teman-teman seperjuangan, INTRUSI 2014 atas dukungan danpersaudaraan yang ditawarkan selama ini kepada penulis.10. Untuk Seluruh Dosen dan Staf karyawan yang telah banyak membantupenulis. Untuk semua pihak yang telah membantu penulis dalammenyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebut satu persatu.Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telahberperan dalam penyelesaian skripsi ini. Skripsi ini tidak terlepas dari kekurangandan ketidaksempurnaan mengingat keterbatasan kemampuan penulis. Semogahasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu kedokteran gigi kedepannya.Makassar,Agustus 2017Eny Yolandaviii

DAFTAR ISIHALAMAN SAMPUL .iHALAMAN JUDUL . iiLEMBAR PENGESAHAN . iiiSURAT PERNYATAAN . ivABSTRAK . vKATA PENGANTAR . viiDAFTAR ISI . ixDAFTAR TABEL . xiiDAFTAR GAMBAR . xiiiBAB I PENDAHULUAN . 11.1 Latar Belakang . 11.2 Rumusan Masalah . 31.3 Tujuan Penelitian . 41.4 Manfaat Penelitian . 4BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 52.1 Maloklusi . 52.1.1 Definisi Maloklusi . 52.1.2 Etiologi Maloklusi . 62.1.3 Klasifikasi Maloklusi . 92.2 Radiologi Kedokteran Gigi . 142.3 Radiologi Sefalometri . 192.3.1 Analisis sefalometri . 21ix

2.3.2 Teknik Tracing . 222.3.3 Titik-titik referensi pada analisis sefalometri . 232.3.4 Analisis Skeletal . 26BAB III KERANGKA KONSEP . 283.1 Kerangka Teori . 283.2 Kerangka Konsep . 29BAB IV METODE PENELITIAN . 304.1 Jenis Penelitian . 304.2 Lokasi & Waktu Penelitian . 304.3 Sampel Penelitian . 304.4 Teknik Sampling . 304.5 Kriteria Sampel . 314.5.1 Kriteria Inklusi . 314.5.2 Kriteria Ekslusi . 314.6 Variabel Penelitian . 314.7 Definisi Operasional Variabel . 314.8 Analisis Data . 324.9 Alur Penelitian . 32BAB V HASIL PENELITIAN . 33BAB VI PEMBAHASAN . 38BAB VII KESIMPULAN . 447.1 Kesimpulan . 447.2 Saran . 45x

DAFTAR PUSTAKA . 46LAMPIRAN . 47xi

DAFTAR TABELTabel 5.1 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin . 33Tabel 5.2 Distribusi sampel berdasarkan kelompok usia . 34Tabel 5.3 Distribusi sampel berdasarkan maloklusi skeletal . 34Tabel 5.4 Prevalensi maloklusi skeletal berdasarkan jenis kelamin . 35Tabel 5.5 Prevalensi maloklusi skeletal berdasarkan kelompok usia . 36xii

DAFTAR GAMBARGambar 2.1 Open bite anterior akibat kebiasaan menghisap jari . 7Gambar 2.2 Klasifikasi maloklusi menurut Angle . 10Gambar 2.3 Gambaran radiografi periapikal . 15Gambar 2.4 Gambaran radiografi bitewing . 16Gambar 2.5 Gambaran radiografi oklusal . 17Gambar 2.6 Gambaran radiografi panoramik . 18Gambar 2.7 Gambaran radiografi sefalometri dari arah lateral . 20Gambar 2.8 Titik-titik referensi pada radiografi sefalometri lateral . 24Gambar 5.1 Grafik prevalensi maloklusi skeletal berdasarkan jenis kelamin . 35Gambar 5.2 Grafik prevalensi maloklusi skeletal berdasarkan kelompok usia . 36xiii

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangMenurut World Health Organization (WHO), maloklusi merupakan cacat ataugangguan fungsional yang dapat menjadi hambatan bagi kesehatan fisik maupunemosional dari pasien yang memerlukan perawatan. Maloklusi merupakan suatukeaadan abnormal dentofasial yang mengganggu fungsi pengunyahan, penelanan,berbicara serta keserasian wajah. Di Indonesia, prevalensi maloklusi mencapai 80%serta menjadi masalah kesehatan gigi dan mulut ketiga setelah karies dan penyakitperiodontal.1,2Orthodonsi berasal dari bahasa Yunani ‘orthos’ yang berarti normal atau benardan ‘dontos’ yang berarti gigi. Ortodontik merupakan salah satu cabang ilmukedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan wajah, perkembangan gigi, oklusi,dan mempelajari diagnosis, pencegahan, serta perawatan anomali oklusi. Perawatanortodontik bertujuan untuk memperbaiki oklusi dan keadaan gigi yang tidak normaluntuk meningkatkan estetika dan fungsi pengunyahan.1,2Perawatan ortodontik semakin banyak dilakukan untuk kebutuhan estetis yaitumemperbaiki penampilan seseorang dan meningkatkan kesehatan psikososialseseorang. World Health Organization (WHO) pada tahun 1995 telah mengukurprevalensi kebutuhan perawatan ortodonsi di 10 negara industri, dimana anmengenai1

kebutuhan akan perawatan ortodontik telah dilakukan di berbagai negara dimulaipada tahun 1950 oleh Massler dan Frankel. Penelitian di Skandinaviamembandingkan susunan gigi pada manusia abad ke-20 dengan dengan susunan gigipada era abad ke-16 dan hasilnya menunjukkan bahwa pada abad ke-20 prevalensidan keparahan maloklusi kian meningkat dan membutuhkan perawatan ortodontik. 3Berdasarkan penelitian Powes dan Cook yang dikutip oleh Jazaldi dkk, dikatakanbahwa hasil perawatan ortodontik dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitumorfologi dan keparahan maloklusi, mekanoterapi perawatan ortodontik, polapertumbuhan dan keterampilan operator. Penilaian keberhasilan perawatanortodontik didasarkan pada diagnosis dan rencana perawatan yang lengkap.Diagnosis dan rencana perawatan maloklusi dilakukan berdasarkan pemeriksaanklinis, analisis model, analisis radiografis, profil dan wajah. 4Analisis radiografis merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yangdilakukan dalam membantu menegakkan suatu diagnosis kasus serta rencanaperawatan yang akan dilakukan. Radiografi digunakan untuk menyediakan informasimengenai struktur rongga mulut yang tidak kasat mata. 5Radiografi merupakan produksi gambaran radiografis (radiographic image) darisuatu objek dengan memanfaatkan sinar x (X-Ray). Dalam bidang kedokteran gigi,terdapat dua macam teknik radiografi yaitu radiografi intraoral dan radiografiekstraoral. Teknik radiografi yang digunakan dalam perawatan ortodontik yaituradiografi ekstraoral, berupa teknik sefalometri. 5,6Radiografi sefalometri adalah metode standar untuk mendapatkan gambaranradiografi tulang tengkorak yang bermanfaat untuk membuat rencana perawatan dan2

memeriksa perkembangan dari pasien yang sedang menjalani perawatan ortodonti.Sefalometri didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari pengukuran yang bersifatkuantitatif terhadap bagian tertentu dari kepala untuk mendapat informasi tentangpola kraniofasial. Sefalometri terbagi atas dua proyeksi, yaitu proyeksi lateral danproyeksi frontal.7,8Analisis sefalometri pertama kali dikemukakan oleh Downs pada tahun 1948yang kemudian berkembang metode analisis lain yaitu Steiner pada tahun 1953,Sassouni pada tahun 1955, Rickets pada tahun 1960, dan Tweed pada tahun 1966.Dalam bidang ortodontik, salah satu kegunaan analisis sefalometri adalah untukmembantu menegakkan diagnosis berupa penilaian relasi skeletal, penilaian relasidental, dan analisis fungsional.8Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untukmelakukan suatu penelitian terkait dengan penggunaan radiografi sefalometri sebagaipemeriksaan penunjang dalam menentukan diagnosis maloklusi dengan judul“Prevalensi Maloklusi yang Ditemukan pada Pemeriksaan Radiografi Sefalometri diRSGM Unhas”.1.2 Rumusan MasalahDari uraian tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah bagaimanaprevalensi maloklusi yang ditemukan pada pemeriksaan radiografi sefalometri diRSGM Unhas?3

1.3 Tujuan PenelitianBerdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuanpenelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi maloklusi yang ditemukan padapemeriksaan radiografi sefalometri di RSGM Unhas.1.4 Manfaat PenelitianManfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah memberi informasibagi pembaca mengenai prevalensi maloklusi yang ditemukan pada pemeriksaanradiografi sefalometri di RSGM Unhas.4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 MaloklusiTingkat keparahan maloklusi dan pengaruhnya terhadap fungsi rongga mulutserta fungsi estetik telah menjadi perhatian besar dalam dunia kesehatan. Prevalensimaloklusi bervariasi di seluruh belahan dunia pada berbagai populasi. Berdasarkanlaporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013, sebanyak 14provinsi mengalami masalah gigi dan mulut yaitu 25,9%. Prevalensi maloklusi diIndonesia masih sangat tinggi sekitar 80% dari jumlah penduduk serta menempatiurutan ketiga setelah karies dan penyakit periodontal.1,9Tingginya tingkat kejadian maloklusi menjadi salah satu masalah yang cukupbesar dalam bidang kedokteran gigi. Terlebih lagi, dengan tingkat kesadaranmasyarakat yang rendah terhadap perawatan gigi serta kebiasaan buruk sepertimengisap ibu jari atau benda-benda lain, jumlah dan tingkat keparahan maloklusiakan terus meningkat. Oleh karena itu, maloklusi seharusnya mejadi perhatian besarterkait dengan pencegahan dan penanganannya.10,112.1.1 Definisi maloklusiOklusi pada setiap orang berbeda menurut besar dan bentuk gigi, posisi gigidi rahang, waktu erupsi dan urutan erupsi gigi, besar dan bentuk lengkung gigi sertapola pertumbuhan kraniofasial (muka dan kepala). Oklusi adalah berkontaknya

permukaan oklusal gigi geligi di rahang atas dengan permukaan oklusal gigi geligi dirahang bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah menutup. Posisi (kedudukan)gigi geligi di rahang dan cara oklusi ditentukan oleh proses perkembangan gigi danstruktur jaringan sekitarnya yang terjadi selama masa pembentukan, pertumbuhan,dan perubahan postnatal.12Maloklusi adalah oklusi yang menyimpang dari normal dan merupakan salahsatu masalah gigi yang ketiga paling umum terjadi di antara masalah kesehatan gigiumum lainnya di dunia. Menurut World Health Organization (WHO), maloklusimerupakan cacat atau gangguan fungsional yang dapat menjadi hambatan bagikesehatan fisik maupun emosional dari pasien yang memerlukan perawatan.Maloklusi merupakan suatu keaadan abnormal dentofasial yang mengganggu fungsipengunyahan, penelanan, berbicara serta keserasian wajah. 13Maloklusi dapat menyebabkan beberapa masalahpada penderita, sepertimasalah psikososial akibat estetik dentofasial yang tidak sesuai, masalah denganfungsi oral termasuk kesulitan dalam pergerakan rahang, gangguan sendi TMJ,kesulitan mastikasi, menelan dan berbicara, dan kecenderungan lebih besar terhadaptrauma dan penyakit periodontal.142.1.2 Etiologi maloklusiMenurut Costanty, kelainan bentuk gigi atau maloklusi disebabkan oleh12,15:1. GenetikaFaktor genetik misalnya seorang ibu memiliki gigi yang kecil dan bapak yangmemiliki rahang yang besar, cenderung akan memiliki anak dengan rahang kecil6

dan giginya besar, otomatis menyebabkan gigi berjejal. Masyarakat dengan sifatgenetik yang homogen menunjukkan tingkat maloklusi yang lebih rendahdibandingkan masyarakat dengan sifat genetik yang heterogen. Beberapa studimenunjukkan bahwa maloklusi tidak mengikuti hukum persilangan sederhanamendel, melainkan berupa transmisi poligenetik atau epigenetik di mana interaksiantara gen dan lingkungan selama perkembangan menentukan variasi fenotipyang muncul.2. Kebiasaan burukKebiasaan adalah suatu perbuatan tertentu yang dilakukan secara berulang ulang,sedangkan kebiasaan oralmerupakan kebiasaan yang dapat menimbulkanperubahan pada hubungan oklusal seperti mengisap jari, bernapas melalui mulut,mengisap dan menggigit bibir, memajukan rahang ke depan, mendorong lidah,atau menggigit kuku.Gambar 2.1 Open bite anterior akibat kebiasaan menghisap jari(Sumber: Cobourne MT, Dibiase AT. Handbook of orthodontics.UK: Mosby Elsevier)7

3. Gigi berjejalGigi yang tumbuh dengan kondisi berjejaldan tidak teratur susunannya. Hal inidisebabkan bila gigi seorang anak dicabut sebelum waktunya dan menyebabkankeompongan dan akhirnya rahang tidak berkembang. Kondisi ini menyebabkantempat tumbuhnya gigi permanen menjadi berkurang untuk mendapatkan posisiyang cukup4. TraumaBenturan keras pada mulut dan mencederai rahang serta gigi, juga merupakanpenyebab terjadinya maloklusi. Adanya trauma pada gigi insisivus desidui padamaksila dapat menyebabkan perubahan posisi pada gigi pada benih gigi yangakan menjadi gigi permanen. Kerusakan pada mahkota gigi atau dilaserasi padaakar dapat menyebabkan terjadinya kegagalan erupsi dan impaksi pada gigi.Kehilangan gigi insisivus permanen diakibatkan trauma dapat menyebabkanhilangnya ruang dan pergeseran garis median pada gigi berjejal.5. Faktor LingkunganFaktor lingkungan juga dapat menyebabkan maloklusi seperti penyakit, statusnutrisi, dan kebiasaan oral. Salah satu contoh penyakit yang dapat menyebabkanmaloklusi adalah talasemia. Talasemia adalah penyakit kelainan darah yangditurunkan. Tubuh penderita tidak dapat membentuk hemoglobin dalam jumlahyang cukup. Selain itu, sel darah merah pecah sebelum waktunya sehinggapenderita menderita anemia berat. Erupsi gigi dipengaruhi oleh bibir dan pipipada satu sisi dan lidah pada sisi lainnya. Perkembangan jaringan lunak yangabnormal dijumpai pada kebiasaan menghisap jari yang persisten. Adanya8

perubahan pada posisi gigi dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologi,kebiasaaan ataupun patologis yang dapat mempengaruhi bibir, lidah ataupunjaringan periodontal.Selain itu, premature loss gigi desidui juga dapat menyebabkan terjadinyakelainan bentuk susunan gigi geligi. Premature loss gigi desidui merupakan keadaangigi desidui yang hilang atau tanggal sebelum gigi penggantinya erupsi. Prematureloss gigi desidui menyebabkan terjadinya drifting dari gigi geligi sebelahnya danberdampak pada perkembangan oklusi seperti malposisi, gigi berjejal bahkanimpaksi gigi permanen. Pada kondisi gigi yang berjejal, kehilangan awal gigi desiduidapat menyebabkan hilangnya ruang, peningkatan gigi berjejal dan deviasi garismedian gigi.162.1.3 Klasifikasi maloklusi2.1.3.1 Klasifikasi Maloklusi AngleEdward Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi mesial-distaldari gigi, lengkung gigi dan rahang. Gigi molar pertama permanen atas dijadikansebagai titik patokan anatomi pada rahang dan menjadi kunci pada oklusi. EdwardAngle melakukan klasifikasi berdasarkan hubungan antara gigi tersebut dengan gigiyang lainnya.Sistem klasifikasi Angle telah berusia lebih dari 100 tahun dan masih seringdigunakan dalam mengklasifikasikan maloklusi. Sistem ini sederhana, mudahdigunakan dan mengambarkan dengan jelas keadaan yang diamati. Angle membagimaloklusi ke dalam tiga kategori yaitu klas I, II dan III.15,179

Gambar 2.2 Klasifikasi maloklusi menurut Angle(Sumber: Cobourne MT, Dibiase AT. Handbook of orthodontics.UK: Mosby Elsevier)1. Maloklusi Klas ILengkung rahang bawah memiliki hubungan mesiodistal yang normal terhadaplengkung rahang atas dengan tonjol mesiobukal gigi molar pertama permanenrahang atas beroklusi pada lekuk molar pertama permanen rahang bawah dantonjol mesiolingual dari gigi molar pertama permanen rahang atas beroklusidengan fossa oklusal gigi molar pertama permanen rahang bawah ketika rahangdalam posisi beristirahat dan gigi dalam keadaan oklusi sentrik.2. Maloklusi Klas IILengkung rahang bawah berada pada posisi lebih distal terhadap rahang atas.Tonjol mesiobukal gigi molar pertama permanen rahang atas beroklusi denganruang antara tonjol mesiobukal molar pertama permanen rahang bawah dan sisidistal dari premolar kedua mandibula. Tonjol mesiolingual gigi molar pertama10

permanen rahang atas beroklusi secara mesial terhadap tonjol mesiolingual molarpertama permanen rahang bawah. Angle membagi klas II menjadi dua divisiberdasarkan angulasi labiolingual dari gigi insisivus atas.o Klas II divisi 1Memiliki hubungan molar yang sama seperti pada maloklusi klas II dan gigiinsisivus atas mengalami labioversi.o Klas II divisi 2Memiliki hubungan molar yang sama seperti pada maloklusi klas II, gigiinsisivus atas normal secara anteroposterior atau mengalami sedikitlinguoversi dan insisivus lateral mengalami tipping ke arah labial/mesial.o Klas II - SubdivisiKetika relasi molar maloklusi klas II terjadi hanya pada salah satu sisi, makamaloklusi tersebut dikategorikan sebagai sub divisi dari divisi maloklusitersebut.3. Maloklusi Klas IIILengkung rahang bawah berada pada posisi lebih mesial terhadap rahang atas.Tonjol mesiobukal gigi molar pertama permanen atas beroklusi pada ruanginterdental antara aspek distal tonjol gigi molar pertama permanen rahang bawahdan aspek mesial tonjol molar kedua rahang bawah.15,17o Pseudo Klas IIIBukan merupakan maloklusi kelas III tetapi memiliki tampilan yang serupa.Rahang bawah berada lebih anterior pada fossa glenoid akibat kontak11

prematur pada gigi, ataupun penyebab lainnya yang ketika rahang dalamoklusi sentrik.o Klas III - SubdivisiTerjadi ketika maloklusi hanya terjadi pada satu sisi. Klasifikasi Angle adalahklasifikasi maloklusi pertama yang bersifat komprehensif, sampai saat inimasih digunakan secara luas dan rutin dan diterima secara umum.2.1.3.2 Modifikasi Dewey Pada Klasifikasi Maloklusi AnglePada tahun 1915 Dewey melakukan modifikasi pada Klas I dan II KlasifikasiAngle dengan memisahkan malposisi segmen anterior dan posterior sebagaiberikut15,17:1. Modifikasi Klas Io Tipe 1, Angle klas 1 dengan gigi anterior rahang atas yang berjejal.o Tipe 2, Angle klas 1 dengan gigi insisivus atas mengalami labioversi(proklinasi).o Tipe 3, Angle klas 1 dengan gigi insisivus atas mengalami linguoversiterhadap gigi insisivus bawah (gigitan silang pada anterior) .o Tipe 4, Molar atau premolar mengalami bukal/linguoversi, tetapi insisivusdan kaninus berada pada posisi normal (gigitan silang pada posterior).o Tipe 5, Molar mengalami mesioversi akibat kehilangan gigi yang berada padadaerah mesial dari molar tersebut, yang terjadi terlalu awal (kehilangan gigimolar/premolar kedua desidui yang terlalu awal)12

2. Modifikasi Klas IIIo Tipe 1, Lengkung terlihat normal apabila diamati secara terpisah, tetapiketika sedang beroklusi, bagian anterior berada pada posisi gigitan edge toedge.o Tipe 2, Gigi insisivus rahang bawah berjejal dan berada lingual terhadap gigiinsisivus rahang atas.o Tipe 3, Lengkung atas tidak berkembang, berada dalam posisi gigitan silangdengan gigi insisivus atas yang berjejal dan lengkung rahang bawah yangberkembang dengan baik dan memiliki posisi yang baik.2.1.3.3 Modifikasi Lischer dari Klasifikasi Maloklusi AnglePada tahun 1933, Lischer memodifikasi klasifikasi Angle denganmenambahkan nama untuk klas I, II, dan III maloklusi Angle. Lischer jugamengemukakan istilah untuk malposisi gigi secara individual.15,17o Neutro-oklusi merupakan istilah lain dari Klas I maloklusi Angle.o Disto-oklusi merupakan istilah lain dari Klas II maloklusi Angle.o Mesio-oklusi merupaka istilah lain dari Klas III maloklusi Angle.Nomenklatur Lischer untuk malposisi gigi individual melibatkan akhiran “-versi”untuk sebuah kata yang mengindikasikan adanya deviasi dari posisi normal.o Mesioversi : posisi lebih mesial dari posisi normal.o Distoversi : posisi lebih distal dari posisi normal.o Linguoversi : posisi lebih lingual dari posisi normal.o Labioversi : posisi lebih labial dari posisi normal.13

o Infrav

2017 . iii. iv. v Prevalensi Maloklusi yang Ditemukan pada Pemeriksaan Radiografi Sefalometri . Untuk teman-teman Kelompok Tutorial 5 yang juga turut membantu dalam penelitian. Semoga kita sukses selalu. 6. Untuk sahabat-sahabatku, Nina, Alpi, Maya, Gure, Isti, Rina, Mika, Mardha, Intan, Keke, Iteng yang senantiasa memberikan dukungan dalam .