Bab Ii Tinjauan Umum Mengenai Perlindungan Konsumen Dan Tanggung Jawab .

Transcription

BAB IITINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DANTANGGUNG JAWAB IMPORTIR TERHADAP BARANG YANG TIDAKMENGGUNAKAN LABEL BAHASA INDONESIAA. Tinjauan Umum Perlindungan Konsumen1. Pengertian Perlindungan HukumPerlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hakasasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikankepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yangdiberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalahberbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukumuntuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguandan berbagai ancaman dari pihak manapun.1Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat,serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyekhukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagaikumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal darihal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan1Kurniawan, Hukum Perlindungan Konsumen : Problematika Kedudukan danKekuatan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), UniversitasBrawijaya Press, 2011, Hlm.4220

21perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkantidak terpenuhinya hak-hak tersebut.Soetino menyatakan sebagai berikut2 :“perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungimasyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yangtidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban danketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmatimartabatnya sebagai manusia”.Muchsin menyatakan sebagai berikut :“perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungisubyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yangberlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua”, yaitu:a. Perlindungan Hukum PreventifPerlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untukmencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalamperaturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatupelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalammelakukan sutu kewajiban.b. Perlindungan Hukum Represif2Op.Cit, Hlm.13

22Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupasanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikanapabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.2. Pengertian Perlindungan Hukum KonsumenHukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas –asas dankaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan danmasalah penyediaan dan penggunaan produk konsumen antara penyedia danpenggunaanya daam bermasyarakat.Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa:“hukum konsumen adalah : keseluruhan asas- asas dan kaidah – kaidahyang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaanproduk barang dan/atau jasa, antara penyedia dan penggunaannya,dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan batasan berikutnya adalahbatasan hukum perlindungan konsumen, sebagai bagian khusus darihukum konsumen, dan dengan penggambaran masalah yang terlahdiberikan dimuka, adalah “keseluruhan asas- asas dan kaidah – kaidahyang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan danmasalah penyediaan dan penggunaan produk konsumen antarapenyedia dan penggunaannya, dalam kehidupan bermasyarakat”.Purba dalam menguraikan konsep hubungan pelaku usaha dankonsumen mengemukakan bahwa kunci pokok perlindungan hukum bagikonsumen adalah bahwa konsumen dan pelaku usaha saling membutuhkan.Produksi tidak ada artinya kalau tidak ada yang mengkonsumsinya dan produkyang dikonsumsi secara aman dan memuaskan, pada gilirannya akan

23merupakan promosi gratis bagi pelaku usaha.3Az.Nasution, berpendapat bahwa:“hukum konsumen yang memuat asas – asas atau kaidah – kaidahbersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungikepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebgaikeseluruhan asas – asas dan kaidah – kaidah hukum yang mengaturhubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitandengan barang dan/atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.”3. Asas dan Tujuan Perlindungan KonsumenAdapun asas – asas perlindungan konsumen sebagaimana Pasal 2 Undangundang 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :a. Asas manfaat, dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa nharusmemberikan manfaat sebesar – besarnya bagi kepentingan konsumendan pelaku usaha secara keseluruhan;b. Asas keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat Indonesiadiwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepadakonsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya danmelaksanakan kewajibannya secara adil;c. Asas keseimbangan, dimaksudkan untuk memberikan keseimbanganantara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalamarti materil maupun spiritual;d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen, dimaksudkan untukmemberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepadakonsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barangdan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;3Barkatullah Abdul Haim, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Transaksi ECommerce Lintas Negara di Indonesia, FH UII Press, 2009, Hlm. 27

24e. Asas kepastian hukum, dimaksudkan agar baik pelaku usaha ampenyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjaminkepastian hukum.Selain itu Pasal 3 Undang – undang Nomor 8 Tahun 1999 tentangPerlindungan konsumen juga menjelaskan tentang tujuan dari PerlindunganKonsumen, yaitu :a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumenuntuk melindungi diri;b. indarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/ataujasa;c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandungunsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untukmendapatkan informasi;e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnyaperlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur danbertanggung jawab dalam berusaha;f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjaminkelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

254. Hubungan Konsumen dan Pelaku UsahaPrinsip – prinsip tentang kedudukan konsumen dalam hubunganhukum dengan pelaku uahsa berangkat dari doktrin atau teori yangmuncul dalam perjalanan sejarah hukum perlindungan konsumen, antaralain :a. .Let The Buyer Beware (caveat emptor)Doktrin ini merupakan embrio dari lahirnya sengketadibidang transaksi konsumen. Asas ini berasumsi, pelaku usahadan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang, sehiggatidak perlu proteksi apapun bagi konsumen. Di dalam Undang-UndangNomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen prinsip ini sudahtidak digunakan, namun sebaliknya menggunakan prinsip kehati – hatiandari pelaku usaha atau yang disebut caveat venditor, hal tersebut dapatdilihat dengan iatur dalam bab tersendiri mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yang bertujuan agar pelaku usaha memilikirambu –rambu dalam melakukan usahanya.b. The Due Care TheoryDoktrin atau prinsip ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajibanuntuk berhati – hati dalam meproduksi dan menyalurkan produk, baikbarang dan/atau jasa. Selama pelaku usaha berhati – hati denganproduknya maka pelaku ushaa tidak dapat dipersalahkan. Prinsip inisejalan dengan aturan perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaituPasal 8 sampai Pasal 17 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentangPerlindungan Konsumen.

26c. The Privity of ContractPrinsip in menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajiban untukmelindungi konsumen, tetapi hal itu dapat dilakukan jika diantaramereka telah terjalin kontrak. Realitanya sering ditemukan kontrakyang melemahkan posisi konsumen dengan mengalihkan tanggungjawab pelaku usaha dengan kalusula – kalusula standartnya.d. Kontrak bukan syaratMelihat fenomena lemahnya posisi konsumen dalam prinsip The Privity ofContact yang mensyaratkan kontrak sebagi dasar gugatan konsumenkepada pelaku usaha yang merugikannya, maka lahirlah sebuah prinsipdimana kontrak bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan eksistensisuatu hubungan hukum. Sekalipun ada pandangan yang menyatakanprinsip kontrak bukan syarat hanya berlaku untuk objek transaksi berupabarang. Sebaliknya, kontrak selalu dipersyaratkan untuk transaksikonsumen dibidang jasa.5. Peran pemerintah dalam upaya perwujudtan penyelenggaraanperlindungan konsumenSesuai amanat Pasal 29 – 30 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999Tentang Perlindungan Konsumen bahwa pemerintah memiliki tugas terkaitpengawasan maupun pembinaan dalam penyelenggaraan perlindungankonsumen khususnya di bidang pangan, mengingat keamanan panganmerupakan aspek penting dalam menentukan kualitas sumber daya manusiadengan memperhatikan kesehatan dan gizi terhadap produk yangdikonsumsinya.

27Melalui penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan PerlindunganKonsumen, dimana pembinaan perlindungan konsumen diselenggarakanoleh Pemerintah dalam upaya untuk menjamin diperolehnya hak konsumendan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban masing-masing,misalnya dengan peningkatan kualitas penyidik, peningkatan kualitaspeneliti atau penguji barang dan/atau jasa, pengembangan pengujianteknologi barang dan/atau jasa dan standar mutu.Dimulai dari proses produksi, penawaran, promosi, periklananSedangkan pengawasan perlindungan konsumen dilakukan secara bersamaoleh pemerintah, masyarakat dan Lembaga perlindungan konsumenswadaya masyarakat, mengingat banyak ragam dan jenis barang dan/ataujasa yang beredar di pasar serta luasnya wilayah Indonesia. Pengawasan,hingga penjualan barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan carapenelitian, pengujian, atau survei terhadap barang dan/atau jasa yangdiduga tidak memenuhi kemanan, keselamatan, dan kesehatan konsumen.Pembinaan terhadap pelaku usaha dan pengawasan terhadap barangdan/atau jasa yang beredar di pasar tidak semata-mata ditujukan untukmelindungi kepentingan konsumen tetapi sekaligus bermanfaat bagi pelakuusaha dalam upaya meningkatkan daya saing barang dan/atau jasa di pasarglobal. Di samping itu, diharapkan pula tumbuhnya hubungan usaha yang

28sehat antara pelaku usaha dengan konsumen, yang pada gilirannya dapatmenciptakan iklim usaha yang kondusif.6. Pengertian, Hak dan Kewajiban KonsumenIstilah konsumen berasal dan alih bahsan dari kata consument(Inggris – Amerika) atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dariconsumer atau consument itu tergantung dalam posisi dimana ia berada.Secara harfiah arti consumer itu adalah “(lawan dari produsen) setiaporang yang menggunakan barang”. Tujuan penggunaan barang atau jasaitu nanti menentukan termasuk konsumen kelompok pengguna tersebut.Begitu pula kamus bahasa inggris – indonesi memberi kata consumersebagai pemakai atau konsumen.4Black’s law dictionary memberikan pengertian konsumen sebagaiberikut:“ consumer is individuals who purchase, use, maintain, anddispose of products and servise” terjemahan bebasnya :konsumen adalah mereka yang berperan sebagai pembeli,pengguna, pemelihara, dan pembuat barang dan/atau jasa.”Di Prancis, pengertian konsumen mengandung 2 unsur, yaitu :1. Konsumen hanya orang, dan keluarganya,2.Barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi ataukeluarganya.Menurut Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentangLarangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat juga memberikan4Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Penghantar, Daya Widya,Jakarta, 1999, Hlm.3

29definisi tentang konsumen, yaitu setiap pemakai dan atau penggunabarang dan jasa, baik untuk kepentingan pribadi maupun untukkepentingan orang lain. Beberapa istilah di dalam Kitab Undang-UndangHukum Perdata yang berkaitan dengan konsumen, misalnya pembeli,penyewa, penerima hibah, peminjam, penumpang, dan sebagainya padasatu sisi dapat merupakan konsumen akhir, tetapi disisi lain dapat pulamerupakan pelaku usaha, misalnya pembeli dari suatu barang dapatmenjual kembali barang tersebut.5Konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga suatuperusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir, selain itukonsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli sehingga dengansendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli.6Mariam Darus Badrulzaman menyatakan pengertian konsumen sebagaiberikut :“Semua individu yang mempergunakan barang dan/atau jasa secarakongkrit dan nyata. Pengertian ini diambil dari yang dipergunakanoleh kepustakaan Belanda dengan istilah konsument. Para ahlihukum sepakat bahwaartikonsumenadalah pemakaiterkahir dari benda dan/atau jasa (Viteindelijke Gebruin VanGoerden En Dienstein) yang diserahkan kepada mereka pengusaha.”Az. Nasution menegaskan beberapa tentang konsumen, yakni :a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatka barang atau jasadigunakan untuk tujuan tertentu;5Opcit, Hlm.336Opcit, Hlm.34

30b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan brangdan/jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lanatau untuk dipergunakan (tujuan komersial);c. Konsumen akhir, adalah setiap orang alami yang mendapat danmenggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhikebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dantidak untuk di perdagangkan kembali (nonkomersial).Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkanbahwa para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumensebagai pemakai terakhir dari benda dan jasa. Pada rumusan itu Hondiusmembedakan antara konsumen bukan pemakai terakhir (konsumen antara)dan konsumen pemakai terakhir oleh Konsumen, yaitu :1. Hak atas keamanan dan keselamatan;Hak atas keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan nggunaan barang atau jasa yang diperolehnya, sehinggakonsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis)apabila mengkonsumsi suatu produk.2. Hak untuk memperoleh informasi;Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkanagar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentangsuatu produk yang diinginkannya sesuai kebutuhannya sertaterhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaanproduk. Informasi yang merupakan hak konsumen tersebutdiantaranya mengenai manfaat kegunaan produk, efek sampingatas penggunaan produk, tanggal kadaluarsa, serta identitas

31produsen dari produk tersebut. Informasi tersebut dapat secaralisan maupun tulisan dengan mencantumkan pada label yangmelekat pada kemasan produk, iklan – iklan mapun mediaelektronik.3. Hak Untuk MemilihHak untuk memilih dimaksudkan untuk memberikankebebasan pada konsumen untuk memilih produk – produktertentu sesuai dengan kebutuhannya, tanpa adanya tekanan daripihak luar. Hal tersebut berkaitan dengan ketentuan praktikmonopoli sebagaimana yang telah diatur dalam Undang – undangNomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli danPesaingan Usaha Tidak Sehat Pasal 19 yang menentukan bahwa“Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan,baik sendiri maupun bersma pelaku usaha lain, yang dapatmengakibatkan terjadinya prktek monopoli dan atau pesaingantidak sehat, berupa :a.b.c.d.Menolak dan atau menghalangi pelaku uahsa tertentu untukmelakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar konsumenyang bersangkutan; atauMenghalangi atau pelanggan pelaku usaha persaingannyauntuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelakuusaha persaingannya itu; atauMembatasi perderan dan atau penjualan barang dan ataujasa pada pasar yang bersangkutan; atauMelakukan praktek deskriminasi terhadap pelaku usahatertentu.4. Hak untuk di dengar;Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal yangberkaitan dengan produk – produk tertentu apabila informasiyang diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai, ataukah

32berupa pengaduan atas adanya kerugian yang telah dialami akibatpenggunaan suatu produk, tau yang berupa pernyataan/pendapattentang suatu kebijakan pemerintah yang berkiatan dengankepentingan konsumen.5. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur sertatidak kanperlayanan benar dan jujur terhadap barang dan/atau jasa yangditawarkan dari pelaku usaha, dan melarang pelaku usaha untukmembeda – bedakan perlakuan terhadap setiap konsumen6. Hak untuk memperoleh ganti kerugian;Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkankeadaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanyapenggunaan barang atau jasa yang memenuhi harapan konsumen7. Hak untuk memperoleh pendidikan ngetahuan maupun keterampilan yang diperlukan agar dapatterhindar dari kerugian akibat produk, karena dengan pendidikankonsumentersebut, konsumen akandapat menjadikritisdan teliti dalam memilih sutau produk yang dibutuhkan8. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yangdiberikannya;Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen darikerugian akibat permainan harga secara tidak wajar.karena dalamkeadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harag suatubarang yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitasdan kuantitas barang atau jasa yang diperolehnya.9. Hak untuk mendapat upaya penyelesaian sengketa yang patut;

33Hak ini tentu saja dimaksudkan untuk memulihkan keadaankonsumen yang telah dirugikan akibat penggunaan produk,melalui jalur hukum.Selain mengatur mengenai Hak Konsumen, Undang-Undang Nomor 8 Tahun1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 5 juga mengatur mengenaikewajiban konsumen, yaitu :a.Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedurpemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanandan keselamatan;b.Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barangdan/atau jasa;c.Membayar sesuai dengan nilai tukar yag disepakati;d.Mengikuti upaya penyelesaian sengketa secara patutB. Tinjauan Umum Pelaku Usaha1. Pengertian Pelaku UsahaMenurut Johannes Gunawan berpendapat bahwa:“cakupan luasnya pengertian pelaku usaha dalam Undang-Undang Nomor 8Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memiliki persamaan denganpengertian pelaku usaha menurut masyarakat eropa terutama negara belanda.”Adapun yang dapat di kualifikasikan sebagai pelaku usaha adalah :7a. Pembuat produk jadi;b. Penghasil bahan baku;c. Pembuat suku cadang;7Op.cit, Hlm.43

34d. Setiap orang yang menampakan dirinya sebagai produsen dengan jalanmencantumkan namanya, tanda pengenal tertentu atau tanda lain yangmembedakan dengan produk asli, para produk tertentu;e. Impotir suatu produk dengan maksud untuk dijualbelikan, disewakan,disewagunakan (leasing) atau bentuk distribusi lain dalm transasksiperdagangan;f. Pemasok (supplier), dalam hal identitas produsen atau impotir tidakdapat ditentukan.Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang PerlindunganKonsumen mengatur beberapa hak – hak Pelaku Usaha yaitu:a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatanmengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yangdiperdagangkan;b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumenyang beritikad tidak baik;c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalampenyelesaian hukum sengketa konsumen;d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwakerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yangdiperdagangkan;e. Hak-hakyangdiaturdalamketentuanperaturan perundang-undangan lainnya.Hal yang paling penting dari perlindungan konsumen adalahkewajiban dari pelaku usaha yang benar – benar harus ditaati sebagaimanatelah diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tentang PerlindunganKonsumen, yaitu :

35a.Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; Memberikaninformasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminanbarang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, pemberiaan,dan pemeliharaan;b. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur sertatidak diskriminatif;c. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang di produksi dan/ataudiperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/ataujasa yang berlaku;d. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/ataumencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberikan jaminandan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan.2. Larangan Pelaku UsahaDisamping mempunyai Hak dan Kewajiban yang harus dipatuhi, BAB IVdari Pasal 8 sampai Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 TentangPerlindungan Konsumen juga mengatur mengenai\ ketentuan larangan –larangan bagi Pelaku usaha, baik berupa larangan produksi bagi cacat produkmaupun iklan yang menyesatkan, adapun larangan bagi Pelaku usaha yangberkaitan dengan cacat produk baik itu barang maupun jasa sebagaimana Pasal8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,yaitu :1) Pelaku Usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkanbarang dan/atau jasa yang :a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yangdipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang – undangan;

36b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlahdalam hitungan sebagaiman ayang dinyatakan dalam label atauetiket barang tersebut;c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan dalamjumlah atau hitungan yang sebenarnya;d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan ataukemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atauketerangan brang dan/atau jasa tersebut;e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, prosespengolahan, gaya, mode, ataupenggunaan tertentu sebagaimanadinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/ataujasatersebut;f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,keterangan, iklan ataupromosi penjualan barang dan/atau jasatersebut;g. Tidak mencantumkan tanggal kadarluarsa atau jangka waktupenggunaan/ pemanfaatanyang paling baik atas barang tertentu;h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yangmemuat nama barang,ukuran, berat/isi bersih atau netto,komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibatsampingan,nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untukpenggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaanbarang dalam bahasaIndonesia sesuai dengan ketentuanperundang-undangan yang berlaku.2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat ataubekas, dan tercemartanpa memberikan informasi secara lengkap danbenar atas barang dimaksud.3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan panganyang rusak, cacat ataubekas dan tercemar, dengan atau tanpamemberikan informasi secara lengkap dan benar.4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2)dilarangmemperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajibmenariknya dari peredaran.3. Tanggung Jawab Pelaku UsahaSeorang konsumen mempunyai hak terhadap 2 pihak. Pertama,terhadapretailer yang menjual produk dengan kontrak jual beli. Kedua, dengan pihak

37produsen (manufakturer). Hak konsumen terhadap retailer berdasarkankontrak sedangkan hanya terhada manufaktur adalah berdasarkan kelalaian.8Pelakuusaha yangmeliputiberbagaibentuk/jenisusahasebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 TentangPerlindungan Konsumen, sebaiknya ditentukan urutan – urutan yangseharusnya digugat oleh konsumen manakala dirugikan oleh pelaku usaha.Urutan – urutan tersebut sebaiknya disusun sebagai berikut :9a.Yang pertama digugat adalah pelaku usaha yang membuat produktersebut jika berdomisili di dalam negeri dan domisilinya diketahui olehkonsumen yang dirugikan;b.Apabila produk yang merugikan konsumen tersebut diprodusi di luarnegeri, maka yang digugat adalah impotirnya, karena UUPK tidakmencakup pelaku usaha di luar negeri;c.Apabila produsen maupun impotir dari suatu produk tidak diketahui,maka yang digugat adalah penjual dari siapa konsumen membelibarang.Secara umum prinsip – prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakanmenjadi :10a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahanPrinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (faultliabiity) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana8Op.cit., Hlm.669Op.cit., Hlm.1010Op.cit., Hlm.10

38dan perdata. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakanpertanggungjawabkan secara hukum apabila ada unsur kesalahan yangdilakukannya. Pasal 1365 KUHPerdata, yang lazim dikenal tentangperbuatan melawan hukum, mengharukan terpenuhinya empat unsurpokok, yaitu :1) Adanya perbuatan;2) Adanya unsur kesalahan;3) Ada kerugian yang diderita;4) Adanya hubungan kaulitas antara kesalahan dengan kerugian.b. Prinsip Praduga untuk Selalu Bertanggung JawabPrinsip ini menyatakan, tergugat dianggap selalu bertanggungjawab (presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikania tidak bersalah. Jadi beban pembuktian ada pada si tergugat. Hal inisering dikenal dengan teori pembalikan beban pembuktian, yangmenyatakan seseorang bahwa dianggap bersalah, sampai yangbersangkutan dapat membuktikan sebaliknya, walaupun terlihat sepertibertentangan dengan asas praduga tidak bersalah yang telah lazimdikenal hukum. Namun teori pembalikan beban pembuktian ini cukuprelevan diterapkan dalam kasus konsumen. Dengan itu kewajibantergugat membuktikan bahwa ia tidak bersalah dengan menghadirkanbukti – bukti dirinya tidak bersalah.c. Prinsip Praduga untuk Tidak Selalu Bertanggung jawab

39Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip praduga untuk selalubertanggung jawab, contoh dalam penerapan prinsip ini adalah dalamhukum pengangkutan, kehilangan atau kerusakan pada bagasi/kabintangan, yang biasa dibawa penumpang (konsumen) adalah tanggungjawab dari penumpang, artinya pelaku usaha (pengangkut) tidak dapatdimintai pertanggungjawabnya. Sekalipun demikian, dalam pasal 44ayat (2) PP No.40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara menyatakanbahwa pengangkut atau pelaku usaha dapat dimintai pertanggungjawaban sepanjang bukti kesalahan dapat dibuktikan dengan pembatasanuang ganti (paling tinggi satu juta).d. Prinsip Tanggung Jawab MutlakPrinsip ini sering diidentikan dengan prinsip tanggung jawab absolut,tetapi ada beberapa para ahli yang membedakan kedua terminologi diatas. Ada pendapat yang mengatakan strict liability adalah prinsiptanggung jawab yang menerapkan kesalahan tidak sebagai faktor yangmemungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnyakeadaan force majeur. Sebaliknya, absolute liability adalah prinsiptanggung jawab tanpa adanya kesalahan dan tidak ada pengecualian.Menurut R.C Hoeberet al., biasanya prinsip ini diterapkan karenaalasan sebagai berikut :

401) Konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk membukikanadanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yangkompleks;2) Diasumsikan pelaku usaha lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu–sewaktu ada gugatan atas kesalahannya misalnya menambahkomponen biaya tertentu pada harga produknya.Prinsip ini dapat memaksa pelaku usaha lebih berhati – hati. Prinsiptanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen secaraumum digunakan untuk menjerat pelaku usaha, khusunya produsen barangyang memasarkan produknya yang merugikan konsumen. Tanggung jawabini dikenal dengan nama produk liability, pelaku usaha wajib bertanggungjawab atas kerugian yang diderita konsumen atas penggunaan produk yangdipasarkannya. Gugatan produk liability dapat dilakukan berdasarkan 3 hal:11Ada beberapa alasan diterapkannya strict liability dalam masalah productliability yakni :12a. Bahwa yang seharusnya yang menanggung beban kerugiandiantara konsumen sebagai korban dan pelaku usaha adalahpihak yang memproduksi barang dan jasa yang cacat/berbahayaitu;b. Dengan mengedarkan dan menempatkan barang – barang itudipasar, hal itu berrari pelaku usaha telah menjamin bahwa1112Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Grasindo, Jakarta, 2006, Hal. 79N.H.T. Siahaan, Hukum Konsumen, Hukum Konsumen - PerlindunganKonsumen dan Tanggung Jawab Produk, Samitra Media Utama, 2012, Hlm. 169

41barang – barang tersebut aman dan pantas untuk dikonsumsi ataudigunakan. Apabila tidak terbukti tidak demikian, maka pelakuusaha bersangkutan harus bertanggung jawab;c. Pelaku usaha dapat di tuntut maupun digugat secara beruntunmeskipun tidak menerapkan prinsip strict liability.Penututan/gugatan beruntun dapat dilakukan oleh konsumenkepada pengecerm pengecer kepada grosirm grosir kepadadistributor, distributor kepada agen dan oleh agen kepada pelakuusaha. Strict liability diterapkan sidini dengan maksud untukmenghilangkan proses yang panjang itu.Berdasarkan cara deep pocket theory, dimana pelaku usaha sebagaipihak yang berada dalam posisi ekonomi yang lebih kuat dapat mengambilalih kerugian, dan pada setiap kasus yang mewajibkannya mengganti rugi,ia dapat meneruskan kerugian tersebut dan membagi resikonya kepadabanyak pihak dengan cara menutup asuransi yang preminya dimasukkankedalam perhitungan harga barang yang diproduksinya.e. Prinsip Tanggung Jawab dengan PembatasanPrinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liabilityprinciple) sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkansebagai klasul eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya.Prinsip ini sangat merugikan kosumen bila diterapkan sepihak. nseharusnya pelaku uasaha tidak boleh secara sepihak menentukanklasul yang merugikan konsumen, termasuk membatsai tanggungjawabnya. Jika ada pembatasan mutlak harus berdasrkan pada peraturanperundang – undangan yang jelas.

42Di ketentuan BAB VI dimulai dari Pasal 19 sampai 24 UndangUndang Nomor 8 Tentang Perlindungan Konsumen mengatur tentangTanggung Jawab Pelaku Usaha untuk mengganti rugi terhadap apayang didagangkannya dan/atau di tawarkannya kepada konusumen,dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tent

The Due Care Theory Doktrin atau prinsip ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati - hati dalam meproduksi dan menyalurkan produk, baik . jasa yang beredar di pasar serta luasnya wilayah Indonesia. Pengawasan, hingga penjualan barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara penelitian, pengujian, atau survei terhadap .