COLD-CASE CHRISTIANITY - Literatur Saat

Transcription

Wallace, J. WarnerCold-Case Christianity: Investigasi Seorang Detektif Spesialis KasusPembunuhan Mengenai Klaim Injil / J. Warner Wallace––Alih bahasa, SelviyaHanna––Cet. 1––Malang : Literatur SAAT, 2014.351 hlm. ; 21 cmISBN 978-602-7788-11-4COLD-CASE CHRISTIANITYINVESTIGASI SEORANG DETEKTIF SPESIALIS KASUS PEMBUNUHANMENGENAI KLAIM INJILOleh: J. Warner WallaceOriginally published under title: Cold Case ChristianityCopyright 2013 by J. Warner WallaceDavid C Cook, 4050 Lee Vance View, Colorado Springs, Colorado 80918 U.S.A.All rights reservedDiterbitkan olehLITERATUR SAATJalan Anggrek Merpati 12, Malang 65141Telp. (0341) 490750, Fax. (0341) 494129website: www.literatursaat.orgPenulisAlih BahasaPenyuntingPenata LetakGambar Sampul:::::J. Warner WallaceSelviya HannaChilianha JusufYusak P. Palulungan, Deril C. WaluyoLie Ivan AbimanyuEdisi terjemahan telah mendapat izin dari penerbit buku asli.Cetakan Pertama: 2014Dilarang memproduksi sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dariPenerbit.

Daftar IsiUcapan TTerimaerima KasihKasihKata PengantarPrakataDetektif BeraksiBergerak dari “Percaya Bahwa” ke “Percaya Pada”111317BAGIAN 1Belajar Menjadi DetektifSepuluh prinsip penting yang perlu dikuasai calon detektifBab 1Jangan Sok TahuTangkal pengaruh dari praduga yang berbahaya23Bab 2Belajar Menarik KesimpulanPahami Pentingnya “Penalaran Abduktif”35Bab 3Berpikirlah “Secara Tidak Langsung”Hargai Natur Petunjuk Tidak Langsung61Bab 4Uji Saksi-saksi AndaPeriksa apakah para saksi dapat dipercaya81Bab 5Perhatikan Setiap KataPeriksa pilihan kata dan makna yang tersirat105Bab 6Pisahkan Artefak dari BuktiTentukan mana bukti yang jelas-jelas penting117Bab 7Singkirkan Teori KonspirasiAkui bahwa konspirasi sesungguhnya amat langka terjadi133

Bab 8Hargai “Rantai Penjagaan”Tegakkan kepastian dengan mengusut bukti145Bab 9Tahu Kapan Harus BerhentiNyamankan diri dengan kesimpulan-kesimpulan Anda157Bab 10Bersiaplah MenyerangBedakan antara kemungkinan alternatif dan serangan balik yangmasuk akal169BAGIAN 2Ujilah BuktiTerapkan prinsip investigasi pada klaim-klaim Perjanjian BaruBab 11Apakah Mereka Hadir?Apakah keempat Injil ditulis pada abad I sehingga benar-benar ditulisoleh saksi mata yang sejati?195Bab 12Apakah Mereka Didukung Bukti-bukti yang Kuat?Apakah kesaksian dari para penulis Injil ditegaskan oleh sumbersumber dan bukti lain di luar kekristenan?223Bab 13Apakah Mereka Akurat?Apakah para penulis Injil keliru dalam menyampaikan apa pun yangmembatalkan kesahihan keterangan mereka?261Bab 14Apakah Mereka Bias?Apakah para penulis Injil memiliki motif untuk menyampaikankesaksian palsu?293Catatan TTambahanambahanMenjadi Orang Kristen yang Mengambil “Dua Keputusan”Memutuskan untuk percaya dan membela kebenaran311

APENDIKSPara Saksi Mata dan Sumber-sumberMenghimpun semua sumber yang dibutuhkan untuk membangun argumenBerkas-berkas KasusSaksi Mata AhliMemperkenalkan para saksi mata ahli yang dapat menerangkan secarautuh semua bukti yang dibeberkan di setiap bab327Berkas-berkas KasusPara Polisi yang PembantuMemperkenalkan para polisi dan detektif yang turut membangun argumendan membela kekristenan335Berkas-berkas KasusCatatan KasusMengumpulkan data dan informasi yang menguatkan semua bukti dalamtiap bab341

Bab 1Prinsip #1JANGAN “SOK TAHU”“Jeffries dan Wallace,” hardik Alan tak sabar sementara seorang petugasmuda tergopoh-gopoh menulis nama kami di catatan tempat kejadianperkara. Alan mengangkat garis polisi dan membungkuk––melewatinyasambil mengernyit kesakitan karena harus bertumpu pada lutut yanglemah. “Aku sudah terlalu tua untuk ini,” ujarnya sambil membukakancing mantelnya. “Kami selalu dipanggil pada tengah malam begini,dan makin lama semakin larut.”Ini penyidikan pembunuhan pertama yang saya ikuti, dan saya tidakingin mempermalukan diri saya. Saya sudah menangani kasus perampokan selama bertahun-tahun, tetapi baru kali ini terlibat dalam investigasi kematian yang mencurigakan. Jangan sampai gerak-gerik sayadi tempat kejadian perkara justru mencemarinya. Saya berjalan tenangdengan langkah-langkah pendek, mengikuti Detektif Allan Jeffries kemana-mana seperti anak anjing. Alan sudah menangani kasus pembunuhan dan tetek-bengeknya selama lima belas tahun lebih. Beberapatahun lagi, ia akan pensiun. Pria ini berwawasan luas, berpendiriankeras, percaya diri, dan agak galak. Saya sangat senang berpartnerdengannya.Kami berdiri sejenak, mengamati jasad korban. Wanita itu terbaring setengah telanjang di ranjangnya, mati tercekik. Tak ada tandatanda perlawanan ataupun jejak pembobolan di apartemennya, hanyaseorang wanita berusia empat puluh enam tahun yang terkapar takbernyawa dalam posisi yang amat tidak wajar. Pikiran saya berpacu,25

26COLD–CASE CHRISTIANITYmencoba mengingat kembali semua yang saya pelajari dalam pelatihandua minggu mengusut kasus pembunuhan yang baru-baru ini saya ikuti.Saya tahu ada potongan-potongan bukti penting yang perlu dijaga dandihimpun. Saya berusaha keras menilai kuantitas “data” yang ada diTKP. Apa kaitan antara petunjuk yang tertinggal dan si pembunuh?Dapatkah TKP itu direkonstruksi untuk mengungkap identitas pembunuhnya?“Hei, ayo bangun!” Suara keras Alan membuyarkan pikiran saya.“Ada pembunuh yang harus kita tangkap. Carikan aku suami wanitaini; ialah orang yang kita cari-cari.”Apa? Alan sudah tahu jawabnya? Ia berdiri, memandang sayadengan sebelah mata dan tak sabaran. Ditunjuknya sebuah foto berpigura yang terjatuh di atas nakas tempat tidur. Korban kami berposedalam pelukan sayang seorang pria yang tampak sebaya dengannya. Ialalu menunjuk beberapa pakaian pria yang tergantung di sisi kananlemari baju. Beberapa pakaian sepertinya tak ada di tempat.“Aku sudah sangat berpengalaman, Nak,” ujar Alan sambil membuka buku catatannya. “Pembunuhan yang dilakukan orang asing jarangterjadi. Pria di foto itu mungkin suaminya, dan dari pengalaman,akutahu pasangan suami-istri bisa saling bunuh.” Alan dengan sistematismenyoroti beberapa bukti dan menafsirkannya untuk mendukung analisis tersebut. Tak ada pembobolan, korban tidak menunjukkan tandatanda perlawanan, foto yang tergeletak di atas nakas tempat tidur,pakaian lelaki yang raib dari lemari––Alan menganggap hal itu sebagaikonfirmasi atas teorinya. “Jangan dibuat rumit, anak baru. Hampirsemua kasus pembunuhan sebetulnya amat sederhana. Carikan akusuaminya, akan kubuka kedok pembunuhnya.”Namun ternyata kasusnya lebih rumit dari yang ia duga. Tiga bulankemudian kami baru menemukan tersangka pembunuhan ini, danrupanya ia tetangga korban yang berusia dua puluh lima tahun. Lelakiitu nyaris tidak mengenal korban, tapi berhasil memperdaya wanitatersebut untuk membuka pintu pada malam ia memerkosa danmembunuhnya. Korban ternyata masih lajang, dan lelaki di foto tersebutadalah saudaranya (yang tinggal di luar negeri dan kadang datang

JANGAN “SOK TAHU”27berkunjung, sehingga ada beberapa bajunya yang tersimpan di lemari).Semua dugaan Alan keliru, dan asumsinya memengaruhi cara kamimemandang bukti-bukti yang ada. Falsafah Alan merusak metodologinya. Bukannya mengikuti tuntunan bukti, kami harus memutuskan lebih dahulu ke mana petunjuk-petunjuk itu mengarah, lalu mencaripenegasan. Syukurlah kebenarannya terungkap.Setiap kita menyimpan asumsi-asumsi yang dapat memengaruhicara kita memandang dunia di sekeliling kita. Sebisa mungkin sayamengawali setiap investigasi dengan mata dan pikiran yang terbukapada semua kemungkinan yang masuk akal. Saya berusaha tidak menggunakan falsafah atau teori tertentu sebelum semua bukti mengarahke sana. Saya memahami ini melalui pengalaman yang tidak menyenangkan, dan kesalahan saya tak terhitung banyaknya. Namun, satuhal yang saya yakini pasti (dan berlaku dalam mengusut kasus pembunuhan baru ataupun lama): saat memulai investigasi, jangan biarkankeyakinan kita mendikte hasil. Utamakan objektivitas. Ini asas pertama detektif yang harus kita taati dalam mengusut kasus. Kedengarannya sederhana, tapi prasangka-prasangka kita adakalanya tersembunyi sedemikian rupa hingga sulit dibongkar dan dikenali.PRASANGKA ROHANIKetika masih ateis, saya memiliki banyak prasangka yang menodai carasaya mengusut kebenaran klaim-klaim kekristenan. Saya dibesarkandalam generasi Star Trek (pemain aslinya, ingat itu!) oleh seorang ayahateis yang bekerja sebagai polisi dan detektif selama hampir tiga puluhtahun sebelum saya akhirnya direkrut menjadi polisi. Saya diyakinkanoleh budaya sekuler yang berkembang pesat bahwa semua misteri kehidupan nantinya akan dikuak oleh sains, dan saya benar-benar percayabahwa kita pada akhirnya akan menemukan jawaban yang natural atassegala hal yang kita sangka supranatural.Tahun-tahun awal saya sebagai detektif kasus pembunuhan kianmempertegas semua prasangka ini. Lagi pula, apa kata partner-partnersaya nanti seandainya saya menyelidiki semua bukti dalam sebuah kasussulit dan (setelah gagal menemukan tersangka) menyimpulkan bahwa

28COLD–CASE CHRISTIANITYdalang di balik pembunuhan itu adalah hantu atau roh jahat? Merekapasti menganggap saya tidak waras. Semua penyidik kasuspembunuhan sejak awal berasumsi bahwa makhluk supranatural tidaklayak dijadikan tersangka, dan ada banyak detektif yang kebetulan tidakpercaya pada hal-hal gaib. Detektif dituntut untuk bekerja di dunianyata, “dunia natural” yang terdiri atas sebab dan akibat yang berwujudmateriil. Kami memegang falsafah tertentu saat mengawalipenyelidikan. Falsafah ini disebut “filsafat naturalisme” (atau “filsafatmaterialisme”).Mayoritas dari kita, generasi Star Trek, memahami falsafah inisekalipun tak dapat membahasakannya dengan sempurna. Filsafatnaturalisme menampik keberadaan perantara, kuasa, makhluk, ataurealitas supranatural. Iniberawal dari premis menFalsafahdasar bahwa hanya hukumNaturalismedan kekuatan alam saja yangKeyakinan yang dibangun di atas pramampu menjelaskan setiapsangka menganggap hanya hukum danfenomena yang kita uji.kekuatan alam (bukan kekuatan supranatural) yang berlaku di dunia ini. FilsufKalaupun ada jawaban yangnaturalis percaya tak ada satu hal punperlu dicari, filsafat natuyang hadir di luar alam natural.ralisme menegaskan bahwakita harus menemukannyadengan menguji hubungan antara objek material dan kekuatan alam.Itu saja, tak ada yang lain. Kekuatan supranatural otomatis dikesampingkan. Sebagian besar ilmuwan memulai dengan asumsi ini dan gagalmenemukan jawaban yang murni bersifat fisik, materiil, atau alamiah.Bahkan ketika ada fenomena tertentu yang tak dapat dijelaskan olehproses atau serangkaian kekuatan materiil dan natural, kebanyakanilmuwan tetap bersikeras menolak penjelasan supranatural. RichardLewontin (seorang ahli biologi dan genetika evolusioner) pernah menulis ulasan yang terkenal dari sebuah buku karya Carl Sagan sertamengakui bahwa sains sebetulnya berbuat curang dengan mengabaikanpenjelasan supranatural, apalagi saat petunjuk-petunjuk yang adamenyatakan bahwa penjelasan natural dan materiil saja tidak cukup.

JANGAN “SOK TAHU”29Kita berpihak pada sains, terlepas dari kejanggalan yang terangterangan dibangunnya, terlepas dari kegagalan sains menepati janjijanji luar biasanya tentang kesehatan dan kehidupan, terlepas daritoleransi komunitas ilmiah pada kisah-kisah rekaan, karena sejakawal kita berkomitmen pada materialisme. Bukan berarti metodedan lembaga sains, entah bagaimana, mendorong kita menerimapenjelasan materiil atas dunia yang menakjubkan ini. Justru kitasendirilah yang didorong oleh kesetiaan pada perkara-perkaramateriil sehingga kita membangun seperangkat investigasi dankonsep yang melahirkan penjelasan materiil, betapa pun janggaldan membingungkannya itu. Lagi pula, materialisme menjadiharga mati karena kita tak boleh membiarkan Kaki Ilahi masuk.2Namun bukan hanya ilmuwan yang beranggapan demikian. Banyaksejarawan pun berpegang pada asumsi-asumsi naturalistik. Kebanyakanakademisi sejarah, misalnya, mengakui nilai historis Injil PB, sejauhInjil itu membeberkan kisah hidup dan pengajaran Yesus, juga situasimasyarakat abad pertama tempat Yesus hidup dan melayani. Namunbanyak di antara mereka yang juga menolak nilai historis dari mukjizatmukjizat yang ada dalam PB, meskipun semua mukjizat itu menyertaianeka peristiwa yang mereka yakini memang terjadi. Mengapa merekamenerima peristiwa tertentu dan menolak yang lain? Karena merekamemiliki prasangka yang bias terhadap perkara supranatural.Bart Ehrman (profesor agnostik ternama yang mengajar studi agamadi University of North Carolina, Chapel Hill) pernah berdebat denganMichael Licona (profesor riset PB di Southern Evangelical Seminary)dalam program radio British, Unbelievable?3 Luar biasa, bukan? Ditengah argumennya menyerang bukti-bukti kebangkitan Yesus, Ehrmanmenggunakan asumsi naturalistik yang lazim dimiliki banyak ahlisejarah. Ia berkata, “Intinya saya memikirkan sesuatu yang belumpernah kita bicarakan, yaitu apakah mukjizat-mukjizat yang Yesusadakan memang terjadi dalam sejarah, dan saya rasa jawabannya jelas‘tidak.’ Hampir semua sejarawan pasti sepakat dengan saya tentanghal ini.” Ehrman menampik gagasan bahwa bukti historis apa pundapat mendemonstrasikan mukjizat karena, menurut kata-katanya

COLD–CASE CHRISTIANITY30sendiri, “diperlukan sesuatu di luar pengalaman natural kita untukmenjelaskan apa yang terjadi di masa lampau.” Namun kita tak usahterkejut bila Ehrman menolak mengakui kebangkitan Yesus karenaasumsi ini. Ia tiba pada kesimpulan natural ini karena ia memang tidakmembuka diri pada kemungkinan lain, meskipun bukti tersebutmungkin lebih masuk akal bila dijelaskan oleh kemungkinan yang iatolak.HAMBAALHAMBATTAN MENTMENTALSaya mulai memahami bahaya dari asumsi-asumsi filosofis saat bekerjasebagai detektif kasus pembunuhan. Saya dan Alan berdiri di tempatkejadian perkara, mengerahkan upaya terbaik untuk mencari tahu siapapembunuh wanita itu. Salah satu dari kami sudah tahu jawabannya.Pasangan atau kekasih biasanya melakukan pembunuhan seperti ini;kasus selesai. Kita hanya perlu menemukan suami atau kekasih wanitatersebut. Dengan kata lain kita bertanya, “Apakah suaminya yangmembunuh ia?” setelah menyingkirkan semua tersangka lain selainsuaminya. Namun sah-sah saja bila Alan langsung menarik kesimpulantersebut; ia memulai dengan premisnya.Ketika masih ateis, saya pun melakukan hal yang persis sama. Sayaberdiri di hadapan bukti-bukti keberadaan Tuhan, sungguh inginmenjawab pertanyaan, “Apakah Tuhan itu ada?” Namun saya mengawali investigasi sebagai naturalis dengan asumsi-asumsi bahwa takada yang eksis di luar hukum, kekuatan, dan objek materiil alam.Saya malah bertanya, “Apakah hal supranatural ituMengemisada?” setelah meniadakanJawabankemungkinan adanya halKetika kita meyelundupkan kesimpulansupranatural. Sama sepertikesimpulan kita ke dalam investigasi danAlan, kesimpulan tersebutmenjadikannya premis dasar, kita pastisaya capai karena sayaakan meminta jawaban dan ujung-ujungnya menarik kesimpulan yang lebih miripmemulai dengan premisdengan asumsi kita, alih-alih menyatatertentu. Inilah bias yangkan kebenaran.

JANGAN “SOK TAHU”31sesungguhnya, bukan? Berlagak ingin tahu, padahal kita sudah punyajawabannya.MASUK DENGAN TANGAN KOSONGOrang Kristen kerap kali dituduh “bias” hanya karena mereka percayapada perkara supranatural. Tuduhan ini semakin kuat dan gencar ditengah budaya kita yang pluralistis. Orang-orang yang bias dinilaimerugikan dan tidak adil, arogan dan terlalu yakin dengan posisimereka. Tak ada orang yang ingin dinilai bias atau berpendirian keras.Namun jangan salah mengerti. Setiap kita memiliki sudut pandang.Setiap kita memiliki pendapat dan gagasan yang mewarnai cara kitamemandang dunia. Siapa pun yang memberi tahu Anda bahwa ia 100%objektif dan terbebas dari prasangka, punya masalah lain yang lebihgawat: mungkin saja orang itu luar biasa naif atau seorang pembohong.Pertanyaannya bukan apakah kita memiliki ide, pendapat, atausudut pandang bawaan. Pertanyaannya, akankah kita membiarkansudut pandang tersebut menghalangi kita menguji bukti-bukti secaraobjektif? Memang kita bisa membangun opini lebih dulu, tetapi tinggalkan semua asumsi itu di ambang pintu agar Anda dapat mengujibukti-bukti dengan adil. Kami meminta para anggota juri melakukanhal ini setiap saat. Di negara bagian California, anggota juri berulangkali diminta untuk “berpikiran terbuka selama pengadilan berlangsung”dan tidak “membiarkan bias, simpati, prasangka, ataupun opini publikmemengaruhi keputusan Anda.”4 Pengadilan berasumsi bahwa setiaporang memiliki bias, juga mampu bersimpati dan berprasangka, sertamengetahui opini publik. Namun, para anggota juri tetap dituntutuntuk “senantiasa berpikiran terbuka.” Mereka harus memasuki ruangpengadilan dengan tangan kosong. Mereka harus meninggalkan semuabarang bawaan di aula. Setiap orang pasti memulai dengan sekumpulanbias. Kita harus (berusaha sekeras mungkin) melawan godaan untukmembiarkan bias kita mengenyahkan bentuk-bentuk petunjuk tertentu(juga kesimpulan tertentu yang menyertainya) sebelum mulai menginvestigasi.

COLD–CASE CHRISTIANITY32Orang sesukusaya tak mungkinSemuaberbuat jahatOrang yang berpolisi ituseperti inimata bulat itupembohongmencurigakandan tak bisadipercayaPrasangka yang Berbahayabagi Dewan JuriTak ada yangeksis di luarranah naturalJika hal itu bisadiuji dengankelima indra,Penjelasanitu pastiberbau supratidak adanatural harusdibuang jauhjauhPrasangka yang Berbahaya bagiPencari KebenaranSebagai seorang skeptis, saya dulu amat sulit menerima kemungkinan yang paling kecil sekalipun bahwa mukjizat itu mungkin nyata.Komitmen saya pada naturalisme mencegah saya memikirkan hal-halyang tidak masuk akal itu. Namun setelah mengalami salah duga ditempat kejadian perkara, saya memutuskan untuk bersikap adil dengankecenderungan naturalistik saya. Saya tidak boleh memulai dengankesimpulan matang, dan bila petunjuk yang ada mengarah padakeberadaan Allah, itu tentu saja membuka kemungkinan bahwaperkara-perkara ajaib dapat terjadi. Kalau Tuhan memang ada, Ialahpencipta segala sesuatu yang kita lihat di alam semesta. Oleh karenaitu, Ia menciptakan materi dari non-materi, kehidupan dari ketiadaan.Ia menciptakan ruang dan waktu. Penciptaan Allah atas alam semestapastilah . . . ajaib dan menakjubkan. Seandainya memang Tuhan yangmenciptakan alam semesta, mukjizat yang tidak sehebat itu (mis. berjalan di atas air atau mencelikkan mata orang buta) mungkin tidakbegitu mengesankan. Jika saya ingin mempelajari kebenaran tentangkeberadaan Allah yang ajaib, saya setidaknya perlu menanggalkanasumsi-asumsi terdahulu saya. Pengalaman saya di tempat kejadianperkara menolong saya melakukannya. Bukan berarti saya buru-burumenggunakan penjelasan supranatural setiap kali gagal menemukan

JANGAN “SOK TAHU”33penjelasan natural yang mudah atau cepat. Ini berarti saya membukadiri untuk mengikuti tuntunan petunjuk, sekalipun petunjuk itu membawa saya menemukan sang perancang yang menakjubkan.AL AT UNTUK TAS DETEKTIFDETEKTIFTIF,,TIPS UNTUK DAFTAR CENTANGDAFTARCENTANGSaya meletakkan sebuah tas kulit tepat di sisi tempat tidur. Tas tersebutberisikan semua perlengkapan yang saya butuhkan saat dipanggil ketempat kejadian perkara pada tengah malam. Tas detektif saya biasanyamemuat sebuah senter, buku tulis kosong, sarung tangan plastik,perekam digital, kamera, serta (tentu saja) senjata dan lencana saya.Di dalamnya juga ada daftar investigatif yang saya buat bertahun-tahunlalu ketika baru meniti karier sebagai detektif. Meskipun saya jarangmeliriknya, daftar tersebut menggambarkan kearifan yang saya himpuntahun demi tahun dari rekan kerja, kelas, seminar pelatihan, pengusutanyang sukses, serta upaya yang gagal. Mungkin Anda pun berminatuntuk merakit tas detektif dan daftar versi Anda. Jika benar demikian,sebaiknya masukkan prinsip pertama terkait asumsi-asumsi ini; pastiakan sangat berguna saat Anda menyelidiki Injil.Ketika masih ateis, saya membiarkan asumsi-asumsi naturalismemencemari cara saya memandang bukti-bukti tentang keberadaanTuhan. Saya gagal membedakan sains (pengujian rasional dan sistematisterhadap fenomena) dan saintisme (penolakan untuk menerima semuahal di luar perkara-perkara natural). Baru ketika usia saya menginjaktiga puluh lima, saya menyadari betapa tidak masuk akal bila sayamenolak kemungkinan adanya hal supranatural sebelum mulai menyelidiki klaim-klaim supranatural dalam kekristenan. Pada saat itu, setiapkali menemukan fenomena yang tak dapat dijelaskan secara natural,saya mengelak dan terus menolak kemungkinan bahwa sesuatu yangekstranatural mungkin tengah bekerja. Saya tidak bersedia memulaiperjalanan dengan tangan kosong ataupun pikiran terbuka.

34COLD–CASE CHRISTIANITYSekalipun saat ini saya seorang Kristen, saya paham bahwa sebagianbesar fenomena yang kita amati dapat dijelaskan dengan cukup memuaskan sebagai hubungan sederhana antara materi dan hukum alam.Karena itulah saya berhati-hati agar tidak serta-merta meloncat kepenjelasan supranatural ketika sebab-sebab natural bisa mengakomodasi petunjuk yang ada. Tidak semua aktivitas Allah secara terangterangan bersifat ajaib. Tuhan tetap berkarya, bahkan di tengah interaksi antara materi yang Ia ciptakan dan hukum alam yang mencerminkannatur-Nya (ini saja sudah cukup ajaib). Saya pun mencoba mendorongteman-teman skeptis saya untuk menilik ulang asumsi natural mereka,tetapi saya berhati-hati dengan menghargai klaim-klaim naturalis yangcukup akomodatif.

26 COLD-CASE CHRISTIANITY mencoba mengingat kembali semua yang saya pelajari dalam pelatihan dua minggu mengusut kasus pembunuhan yang baru-baru ini saya ikuti. Saya tahu ada potongan-potongan bukti penting yang perlu dijaga dan dihimpun. Saya berusaha keras menilai kuantitas "data" yang ada di TKP.